Kabar mengenai Palm yang berencana menjual perusahaannya, begitu santer terdengar sejak awal minggu ini. Kegagalan penjualan smartphone Palm Pre dan ketidakmampuannya mengantisipasi situasi pasar yang cepat berubah, menjadi sebagian hal yang dituding menjadi sebab kejatuhan perusahaan yang benderanya sempat berkibar tinggi ketika masa PDA masih berjaya.
Padahal, akhir Februari lalu, Jon Rubinstein, CEO dan Chairman Palm, masih optimis dengan keadaan perusahaannya. Meski saat itu Palm memang telah mulai memasuki fase-fase kemuraman karena tidak berhasil memenuhi batas finansial yang ditentukan bagi investor yang masuk ke Wall Street.
Namun, ternyata di balik optimisme itu, diam-diam Palm telah menjalin komunikasi dengan bank investasi milik Huawei, pertengahan Februari lalu. Pendekatan yang dilakukan Palm ini, dijelaskan seorang narasumber, dilakukan untuk keperluan diskusi pendahuluan, seperti dilaporkan Reuters, dari Shanghai. Menanggapi rumor merger dan akuisisi ini, Huawei belum memberikan komentar apapun.
Tak Mampu Menjawab Tuntutan Pasar
Ihwal kejatuhan Palm ini diindikasikan dengan hasil penjualan Palm Pre yang jauh dari harapan. Padahal, Palm berusaha mengikuti gerak zaman dengan mengganti sistem operasi tua miliknya, PalmOS, dengan WebOS. Sayangnya, ternyata langkah ini masih tak mampu menahan kejatuhan Palm. Sistem operasi bikinan Sunnyvale, perusahaan asal California ini rupanya masih kurang fleksibel memenuhi permintaan pasar. Keberadaan WebOS ternyata kalah saing dengan sistem operasi dari Apple dan Google.
WebOS terjegal oleh ketersediaan software development kit (SDK) yang terbatas bagi pengembang pihak ketiga. Padahal ketersediaan aplikasi pada perangkat bergerak, merupakan salah satu tren yang tengah berkembang saat ini. Keberhasilan Apple, sebagai pelopor penyedia aplikasi bagi perangkat bergeraknya, bahkan manjadi pendorong tren pemasaran jenis baru yang berbasis aplikasi. Inisiatif ini kemudian diikuti vendor lainnya, seperti Microsoft dan Google Android, yang ternyata mengeruk popularitas serupa dari pasar aplikasi yang mereka miliki, seperti ditulis eweek.
Padahal, saat pertama kali dikenalkan pada CES 2009, sistem operasi baru ini mendapat tanggapan positif, serta digadang-gadang akan menjadi kompetitor berat Apple. Sayangnya, Palm membuat kesalahan ketika berusaha mencekal Apple dengan tuntutan atas kemampuan sinkronisasi media yang dimiliki iTunes. Langkah ini memang membuat Palm mendapat banyak sorotan media, tetapi kasus inilah yang juga menjadi salah satu poin kekalahannya dari Apple.
Akibat sulit dioperasikan oleh para pengembang, WebOS pun kurang mendapat dukungan Independent Software Vendor (ISV). Kurangnya dukungan ini ditengarai karena sistem operasi Palm ini kalah popular dengan sistem operasi perangkat bergerak lainnya.
Kesalahan lain yang juga banyak disorot adalah soal kebijakan Palm yang hanya membuka diri pada satu-dua perusahaan telekomunikasi saja. Kerjasama eksklusifnya dengan Sprint, salah satu pembuat ponsel asal AS, ternyata tak berbuah manis. Pre masih belum sanggup bersaing dengan iPhone. Gagal dengan Sprint, Rubinstein kemudian mencoba mendekati Verizon Wireless sebagain salah satu usaha perbaikan perusahaan. Hal ini diutarakan mantan eksekutif Apple itu, akhir Februari.
Spekulasi Pembeli Potensial
Untuk melancarkan niatnya menjual perusahaan, awal minggu ini Palm telah bekerjasama dengan Goldman Sachs Group Inc. dan Frank Quattrone’s Qatalyst Partners. Keduanya akan melakukan analisa guna menemukan pembeli yang tepat, jelas tiga orang yang terkait dengan persoalan ini, seperti dikutip Bloombergs. Ada sembilan nama yang ramai dibicarakan berpotensi hendak menawar Palm.
Analis di Morgan Stanley, sebuah perusahaan layanan finansial global, menyatakan Nokia dan Motorola akan menggayung keuntungan paling besar jika mengakuisisi Palm. Palm juga mungkin akan cocok diakuisisi oleh Research In Motion atau HTC Corp. Namun, tak tertutup pula kemungkinan nama-nama seperti Dell, Lenovo Group, LG Electronics, Microsoft Corp. dan Samsung Electronics, juga menarik keuntungan dari akuisisi Palm. “Kami percaya kepemilikan potensial dari WebOS akan menciptakan bisnis perangkat bergerak jangka panjang yang lebih kokoh dan nyata bagi Motorola,” terang Morgan Stanley dalam laporannya sebagaimana dikutip kantor berita Bloomberg.
Berlawanan dengan yang disampaikan Morgan Stanley, Carolina Milanesi, Gartner Research Director, menyatakan bahwa kesempatan akusisi terbaik Palm jatuh kepada pihak luar ketimbang salah satu pemain besar ponsel cerdas. “Menurut saya, vendor yang belum memiliki tawaran ponsel cerdas. Kemungkinan, vendor yang berasal dari pasar PC,” terang Milanesi. “Vendor perangkat bergerak yang telah mapan, telah terikat dengan sistem operasi berbeda, (sehingga) mereka harus memulai lagi dari awal dengan (menggunakan) webOS.”
Pesimisme muncul dari IDC’s program director of applications development software, Al Hilwa. Ia tidak menyangkal kemungkinan pemanufaktur sistem high-end seperti Dell dan Hewlett-Packard mengakuisisi Palm. Namun ia memperingatkan bahwa para pemanufaktur itu mesti memiliki investasi signifikan di industri yang super ramai ini. Apalagi mereka pun mesti bersaing dengan sistem operasi bebas seperti Andrid dari Google. “Siapa pun yang akan meminang Palm, mesti menyadari bahwa mereka akan berhadapan langsung melawan raksasa-raksasa seperti Apple, Google, Microsoft, RIM, dan Nokia yang telah mapan,” terangnya.
Kemungkinan juga datang dari pemain negeri seberang. Sebab kabarnya, Huawei, pembuat perangkat telekomunikasi terbesar kedua dunia, serta Lenovo Group Ltd, pembuat PC teratas dunia, akan mendorong bisnis internet bergeraknya. “Saya kira jika ada yang ingin memasuki pasar ponsel cerdas AS, mereka yang ingin berpartisipasi tetapi belum terjun langsung, (adalah) Huawei atau Lenovo,” ujar analis Avian Securities, Matthew Thornton. “Tipe-tipe seperti inilah yang sangat cocok menempatinya.”
Sebab menurutnya dengan memanfaatkan merek Palm, hubungan dengan para carrier, serta banyaknya portfolio hak paten yang dipegang Palm, dapat menjadi nilai tambah bagi para pemula yang ingin menjajaki pasar AS.
Sebab menurutnya dengan memanfaatkan merek Palm, hubungan dengan para carrier, serta banyaknya portfolio hak paten yang dipegang Palm, dapat menjadi nilai tambah bagi para pemula yang ingin menjajaki pasar AS.
Pendapat lain, menyebutkan bahwa HTC, pembuat ponsel cerdas kelima terbesar dunia, telah berbicara dengan Palm mengenai kemungkinan akuisisi. Hal ini seperti diberitakan Economic Daily News asal Taiwan, minggu lalu. Sebagian analis memprediksi ZTE, pembuat perangkat telekomunikasi kedua terbesar di Cina, sebagai peluang lain pengakuisisi Palm.
Seorang analis IDC di London, juga mengamini kemungkinan akuisisi Palm oleh vendor-vendor diluar AS. “Huawei dan ZTE merupakan pembeli potensial. Pendapat ini masuk akal: mereka tidak memiliki nama ataupun sistem operasi. Namun mereka unggul pada biaya pemanufakturan yang murah dan uang untuk investasi serta mengembangkan merek,” tandasnya.
Meski spekulasi terus bergulir, belum ada satu pun dari kesembilan nama itu yang mengkonfirmasi secara resmi rencana mereka untuk mengakuisisi Palm.
Kesempatan Merebut Pasar Kembali
Optimisme dan pesimisme juga mewarnai opini di berbagai media mengenai kelanjutan hidup sistem operasi ini. Mereka yang optimis yakin Palm akan mampu bangkit. “WebOS merupakan sistem operasi modern yang bagus, ia pun dapat menjadi kompetitor kuat bagi perangkat berbasis Android jika mendapat tingkat investasi pemasaran yang sesuai, khususnya pada pasar lokal si pengakuisisi,” terang Jack Gold, analis J. Gold Associates, seperti dikutip eweek.
Yang jelas, eweek menganalisa, dua hal yang bisa dilakukan Palm untuk bertahan adalah menjadi diri sendiri dan mampu beradaptasi dengan cepat dengan kemauan pasar. Eweek bahkan memprediksi bahwa peluang Palm, bisa jadi terletak di pasar PC tablet. Media ini mempertimbangkan bahwa PC tablet ini akan menjadi komputasi bergerak masa depan. Meski Apple juga akan menjadi kompetitor besar disegmen ini. Selain itu, kedepannya Palm juga harus menghentikan kebijakan untuk menjiplak Apple. Diferensiasi produklah yang akan menjadikan produk ini unggul dari para kompetitornya, terang eweek dalam analisanya.
Kabar baik lainnya muncul dari prediksi iSuppli yang menyatakan bahwa pasar perangkat nirkabel akan melesat tahun ini. iSuppli menyebutkan pasar perangkat bergerak tumbuh 12,8% ke angka 1,5 juta unit. Bahkan pertumbuhan rata-rata tahunan dari 2009 hinga 2014 mencapai 6,8%.
Sementara mereka yang pesimis, menganggap siapapun yang mengakuisisi Palm, hanya menunggu waktu hingga akhirnya akan bernasib sama dengan perusahaan itu. Persoalan lain yang mungkin menghadang kemajuan Palm adalah akan dirilisnya iPhone Apple terbaru pada pertengahan tahun ini, jelas Morgan Stanley. Penjualan Palm juga akan tertantang dengan pelunccuran BlackBerry slider terbaru yang rencananya diluncurkan pada saat bersamaan dengan iPhone. Begitu pula dengan meningkatnya jumlah perangkat berbasis Android dari Motorola, HTC, Dell, dan lainnya. Kemungkinan-kemungkinan inilah yang diprediksi dapan menjegal Palm berlari.
Meski masih dipenuhi berbagai prediksi, kabar terakhir menyebutkan bahwa Harbinger Capital Partners, salah satu investor asal New York, menginvestasikan uangnya di perusahaan ini. Investor tersebut membeli hingga 16 juta saham Palm atau sekitar 9,48% saham perusahaan itu. Harbinger,yang dikepalai Phil Falcone, merupakan salah satu pemilik saham di The New York Times dan sejumlah perusahaan satelit yang berencana mengembangkan pemborong jaringan pitalebar di AS.